Beranda | Artikel
Takut Adzab dan Berharap Rahmat Allah Subhanahu wa Taala
Rabu, 1 April 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Takut Adzab dan Berharap Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan  bagian dari kajian Islam ilmiah Nasihat-Nasihat Para Sahabat yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada 9 Rajab 1441 H / 04 Maret 2020 M.

Kajian Tentang Takut Adzab dan Berharap Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ ، مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ ، وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الرَّحْمَةِ ، مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ

“Kalaulah seorang mukmin mengetahui bagaimana beratnya siksa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentu tidak ada seorangpun yang mengharapkan surgaNya. Dan kalaulah orang kafir itu mengetaui bagaimana rahmatNya yang sangat luas di sisi Allah, tentu mereka tidak akan putus asa dari surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Saudara-saudaraku sekalian, di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahukan atau menjelaskan kepada kita bahwa seorang mukmin dengan banyak amel, janganlah ia tertipu dengan banyaknya amal. Karena sesungguhnya amal shalih yang dia amalkan itu, semata-mata karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada seorangpun yang beramal kecuali Allah yang memberikan kekuatan kepada dia. Maka sangat aneh kalau ada orang yang tertipu dengan amal lalu ia merasa ujub, merasa punya kelebihan, merasa bangga bahkan terkadang sombong dengan banyaknya amal shalih yang telah ia lakukan. Ketika ia melihat orang lain yang tidak seperti amalannya, dia menganggap remeh.

Saudaraku sekalian, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Kalaulah seorang mukmin mengetahui bagaimana kerasnya adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak ada seorangpun mukmin yang berharap surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Mengapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan seperti ini? Yaitu untuk memberi tahu kepada kita, bahwa kita jangan sampai tertipu dengan banyaknya amal. Lalu kemudian dengan banyaknya amal kita menganggap remeh maksiat. Karena bisa jadi karena maksiat-maksiat yang dia lakukan akhirnya bisa jadi Allah batalkan amalan-amalannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Riwayat Abu Dawud bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang nanti pada hari kiamat akan ada orang yang datang membawa pahala sebesar-besar gunung Tihamah. Lalu ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala hancur leburkan pahala-pahala dia. Para sahabat bertanya, “Siapa hai Rasulullah?” Maka Rasulullah mengatakan:

أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

“Mereka suatu kaum yang mengambil malam sebagaimana kalian ambil. Akan tetapi mereka apabila bersendirian dengan keharaman-keharaman Allah, mereka pun kemudian melanggarnya.”

Baca juga: Seorang Mukmin Takut Amalnya Batal Dalam Keadaan Ia Tidak Menyadarinya

Subhanallah.. Orang ini pada hari kiamat membawa pahala-pahala besar sebesar-besar gunung Tihamah. Tapi ternyata apa yang terjadi? Ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala hancur leburkan amalan-amalannya. Apa yang menyebabkan itu, saudaraku? Subhanallah, sesuatu yang di luar dugaan kita. Kita mengira dia berbuat syirik, kita kira dia sudah mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah batalkan amal dia. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa dia saat sendirian berani melanggar larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya takutnya dia hanya kepada manusia. Didepan manusia dia terlihat taqwa, dia beramal shalih didepan manusia, akan tetapi ketika dia sendirian dia tidak punya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mungkin dia lebih takut kepada angin yang akan membuka pintunya, mungkin dia lebih takut kepada cemoohan manusia.

Maka saudaraku, ini memberikan kepada kita peringatan keras bahwa seorang mukmin dengan banyaknya amal, jangan tertipu dengan banyaknya amal tersebut. Ingatlah bahwa amal yang telah ia lakukan adalah yang pertama merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang kedua, hendaklah ia menjaga amal tersebut jangan sampai dibatalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diantara perkara yang membatalkan amal adalah ujub, maksiat-maksiat, pendapat jumhur ulama mereka mengatakan bahwa bahwa dosa besar itu bisa menggugurkan amal shalih.

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Kalaulah orang kafir mengetahui apa yang ada di sisi Allah berupa rahmatNya yang sangat luas, mereka tidak akan merasa putus asa dari untuk masuk ke dalam surga Allah.” Artinya rahmat Allah sangat luas sekali. Kalau mereka mengetahui bagaimana Allah sangat pengampun, mereka tidak akan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Sebab kalau orang kafir itu tahu bahwa rahmat Allah itu sangat luas sekali dan mereka beriman, tentu mereka akan berharap agar Allah ampuni dosa-dosa mereka. Mereka pun kemudian masuk Islam, mereka pun memperbaiki diri, mereka berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka demikian orang mukmin itu senantiasa berada di antara dua keadaan tadi, saudaraku. Keadaan yang pertama takut akan adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keadaan yang kedua berharap akan rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makanya Allah mensifati mereka demikian:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا

Lambung mereka jauh dari tempat tidur (artinya mereka senantiasa shalat malam) mereka menyeru Rabb mereka dengan rasa takut dan rasa berharap.” (QS. As-Sajdah[32]: 16)

Takut jika mereka tidak diterima oleh Allah, takut bila amal mereka dibatalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, takut kalau mereka melakukan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membatalkan amalan mereka. Dan berharap agar Allah mengampuni dosa mereka, berharap agar Allah memberikan rahmat dan kasih sayang kepada mereka. Demikian kehidupan seorang mukmin, antara rasa takut dan berharap. Rasa takut itulah yang membuat ia menjauhi maksiat-maksiat, rasa berharap itulah yang membuat dia berlomba di dalam kebaikan dan amal shalih. Sehingga dengan dua sifat (rasa takut dan rasa berharap) lah dia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itulah para ulama mengatakan bahwa kita dalam beribadah hendaknya dengan tiga perkara. Pertama yaitu takut, yang kedua berharap, yang ketiga yaitu cinta. Kita takut kepada Allah akan adzabNya, takut kalau amal kita tidak diterima oleh Allah, takut kalau amal kita dibatalkan oleh Allah. Yang kedua kita berharap akan rahmat dan kasih sayangNya. Kita berharap agar Allah menerima amal ibadah kita. Kemudian cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan motor penggerak dalam hidupnya untuk senantiasa mengejar dan mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berharap Kepada Allah dan Takut Kepada Dosa

Kemudian penulis buku membawakan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk kepada seorang laki-laki yang sedang menuju kematian. Lalu Nabi bersabda kepada laki-laki ini: “Bagaimana kamu dapatkan dirimu?” Lalu si pemuda ini berkata: “Aku berharap kepada Allah, wahai Rasulullah. Dan aku takut akan dosa-dosaku.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ

“Tidaklah berkumpul dua perkara tadi pada seorang hamba disaat-saat menuju kematian seperti ini kecuali Allah akan memberikan apa yang ia harapkan dan Allah akan berikan keamanan dari apa yang ia takutkan tersebut.” Subhanallah (Hadits dikeluarkan At-Tirmidzi no. 983 dan Ibnu Majah no 4.261)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengunjungi seorang pemuda dalam sakaratul maut. Menunjukkan akan ketawadhu’an Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Mari simak kisah yang penuh manfaat ini pada menit ke-11:37

Download mp3 Kajian Tentang Takut Adzab dan Berharap Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48302-takut-adzab-dan-berharap-rahmat-allah-subhanahu-wa-taala/